Tanpa Rompi Tahanan dan Duduk di Sidang Tertutup: Keistimewaan Terdakwa Penganiaya Wartawan di Meja Hijau

SUARA BHAYANGKARA

Jumat, 25 Juli 2025 - 20:34

5025 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Medan, 24 Juli 2025 | Oscar Pindo Sebayang berdiri tegak di ruang sidang Cakra 8, Pengadilan Negeri Medan. Sore itu, Kamis, 24 Juli 2025, jarum jam nyaris menyentuh pukul 14.30 WIB ketika terdakwa kasus penganiayaan terhadap wartawan ini kembali dihadapkan ke majelis hakim. Tapi ada yang janggal sejak awal: Oscar sudah berada di ruang sidang jauh sebelum persidangan dimulai, tanpa pakaian tahanan, dan tanpa pengawalan ketat sebagaimana lazimnya tahanan lain.

Kehadiran Oscar yang lebih dulu dari waktu sidang bukan hal baru. Beberapa wartawan yang kerap meliput di ruang Cakra 8 mengaku sudah mencatat polanya. “Dia selalu lebih dulu masuk ke ruang sidang. Tanpa rompi tahanan, seperti tamu kehormatan,” kata seorang wartawan yang meminta namanya tidak ditulis.

Bahkan ketika ruang sidang digunakan untuk perkara tertutup—dalam kasus gugatan perceraian—Oscar tetap duduk di dalam, sementara pihak penggugat, pengunjung, hingga jaksa disuruh keluar. Tak satu pun petugas pengadilan yang menegurnya. Seolah-olah ia bukan terdakwa, melainkan bagian dari tuan rumah gedung pengadilan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pemandangan itu bukan hanya membuat gerah publik, tapi juga menyingkap luka lama dalam sistem peradilan: ketimpangan perlakuan antara tahanan biasa dan mereka yang punya kuasa, uang, atau koneksi. Oscar disebut-sebut punya semua itu.

Dalam persidangan kali ini, agenda utamanya adalah pemeriksaan saksi yang dihadirkan untuk meringankan Oscar. Tapi sidang justru berubah menjadi panggung yang mempermalukan sistem. Seorang saksi yang diajukan oleh pihak terdakwa tidak bisa menunjukkan identitasnya ketika ditanya majelis hakim. Lebih dari itu, keterangannya dinilai ganjil. Ia mengatakan bahwa Leo Sembiring—wartawan yang menjadi korban penganiayaan Oscar—lah yang lebih dulu marah-marah dan memukul meja.

Majelis hakim tidak tinggal diam. Ketua majelis langsung memanggil Leo Sembiring yang memang hadir di ruang sidang, dan memintanya duduk di samping saksi untuk mengklarifikasi. Dengan nada tegas, Leo membantah keras. “Saya tidak pernah marah, apalagi memukul meja. Pernyataan itu bohong,” ujarnya dalam sidang.

Ketika hakim menunda sidang dan menjadwalkan pembacaan tuntutan pada 1 Agustus mendatang, panggung pengadilan kembali mempertontonkan keanehan. Oscar keluar dari ruang sidang dan digiring ke sel sementara. Tapi lagi-lagi, ada yang tidak beres. Ia mengenakan rompi merah bertuliskan “Tahanan Tipikor”. Padahal, Oscar bukan terdakwa korupsi. Ia diadili atas dakwaan penganiayaan. “Apakah ini kelalaian, atau disengaja untuk mengaburkan statusnya?” celetuk seorang pengunjung sidang.

Leo Sembiring tidak menahan emosinya ketika diwawancarai usai sidang. “Saya mohon kepada JPU, jangan terpengaruh oleh tekanan atau rayuan dari pihak mana pun. Tuntut Oscar seberat-beratnya,” katanya. Suaranya bergetar, matanya merah. Ia lalu menambahkan bahwa dirinya ingin mengajukan permohonan restitusi melalui pengadilan, atas kerugian yang ia alami selama dirawat di rumah sakit dan kehilangan kesempatan kerja.

Leo tak sendiri. Beberapa jurnalis yang hadir juga menyuarakan keheranan dan kekecewaan atas perlakuan istimewa yang diduga terus-menerus diterima Oscar. “Kami pantau dari awal. Perlakuan terhadap Oscar ini berbeda. Sangat mencolok. Apakah hukum sedang diperjualbelikan di sini?” ujar salah satu jurnalis yang menolak disebut namanya. Ia berharap majelis hakim tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan dan memberikan vonis yang tegas, bukan berdasarkan pesanan atau tekanan.

Kasus ini menjadi sorotan karena menyentuh dua titik rawan dalam sistem hukum Indonesia: kekerasan terhadap jurnalis dan ketidaksetaraan perlakuan di hadapan hukum. Dalam sebuah negara demokratis, seharusnya tak ada tempat bagi intimidasi terhadap pers, apalagi ketika pelakunya tampak dilindungi oleh tirai kekuasaan dan pengaruh.

Jika vonis terhadap Oscar nanti ternyata ringan, maka itu bukan sekadar pukulan terhadap Leo Sembiring sebagai korban, tapi juga tamparan telak bagi integritas peradilan. Di ruang sidang Cakra 8, keadilan sedang diuji—dan publik menonton dengan mata terbuka. (TIM)

Berita Terkait

Anak Asuh Kapolri Ini Bikin Heboh Dunia Kampus! Ja’far Hasibuan Juara Workshop AI di USU
Perkuat Sinergi Penegakan Hukum, Kepala Rutan Kelas I Medan Silaturahmi Ke Polrestabes Medan
Masyarakat Helvetia Kirim Karangan Bunga, Apresiasi Kapolsek Medan Helvetia Usai Tangkap Bandar Besar Narkoba Wira
Lapas Kelas I Medan Tanda Tangani Komitmen Bersama, Teguhkan Integritas Bebas dari Narkoba dan Barang Terlarang
Rutan Kelas I Medan Tandatangani Komitmen Bersama: Perkuat Integritas dan Antinarkoba di Lingkungan Pemasyarakatan
Sidang Etik Kompol DK Segera Digelar
Rutan Kelas I Medan Bagikan 50 Paket Bansos kepada Tukang Becak
Isu Rutan I Medan Jadi Sarang Narkoba Ternyata HOAKS, Mantan Warga Binaan dan Aktivis Nasional Angkat Bicara

Berita Terkait

Sabtu, 25 Oktober 2025 - 14:52

Klarifikasi: Pembangunan Hotel di Mekarwangi Lembang Sudah Kantongi Izin, Proses Penyesuaian Administrasi ke PBG Sedang Berjalan

Senin, 4 Agustus 2025 - 18:39

Fakta Baru Bongkar Dugaan Kriminalisasi Rizal Rudiansyah, Saksi dan Korban Ungkap Rekayasa Kasus

Jumat, 4 Juli 2025 - 06:17

Pernyataan Dedi Mulyadi Soal Media Dinilai Arogan, Ratusan Wartawan Bekasi Raya Bangkit Melawan Pengerdilan Profesi Jurnalis

Rabu, 29 Maret 2023 - 05:36

Exploring the Nutritional Benefits of Fruits in a Healthy and Balanced Diet

Berita Terbaru

NASIONAL

Isu Jual Beli Dapur Di BGN, Tendensius dan Hoaks

Senin, 27 Okt 2025 - 08:18