Kritik terhadap Menteri ATR/BPN Menguat, Jerry Massie: Wacana Tanah Terlantar Bisa Rusak Legitimasi Pemerintah

SUARA BHAYANGKARA

Selasa, 15 Juli 2025 - 22:24

5024 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta —  Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, melontarkan kritik tajam terhadap usulan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, terkait rencana pengambilalihan tanah bersertifikat yang tidak dihuni selama dua tahun oleh negara. Ia menilai gagasan tersebut sebagai ide yang bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi dan berpotensi menjadi bentuk baru perampasan hak milik warga.

Dalam pernyataannya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (15/7), Jerry bahkan menyebut gagasan itu sebagai “ide sesat” yang tidak mencerminkan sikap negara yang adil terhadap rakyatnya. Ia mempertanyakan dasar logika dan hukum dari kebijakan tersebut, serta menyindir keras latar belakang gagasan itu. “Saya mau tanya, saudara Nusron ini ide jin apa? Bukankah itu melanggar hak asasi manusia dan Undang-Undang Pokok Agraria?” ujarnya.

Menurut Jerry, rencana tersebut bukan hanya berbahaya secara legal, tetapi juga secara politis. Ia menduga ada agenda tersembunyi di balik gagasan tersebut, dan memperingatkan bahwa penerapan kebijakan itu bisa merusak legitimasi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto serta memicu keresahan di tengah masyarakat. Ia mengingatkan bahwa konstitusi Indonesia telah menegaskan tugas negara untuk melindungi rakyat, terutama golongan miskin dan rentan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Kalau memang tanahnya tidak digunakan, bukan berarti bisa langsung diambil negara. Harusnya negara membantu rakyat miskin memiliki tanah, bukan justru mengintimidasi pemilik sah,” kata Jerry. Ia juga mempertanyakan bagaimana kebijakan itu akan diterapkan terhadap warga negara Indonesia yang bekerja atau menempuh pendidikan di luar negeri dalam jangka panjang. “Kalau ada warga Indonesia beli tanah, lalu harus tugas ke luar negeri 3-5 tahun, apakah tanahnya bisa disita? Itu kebijakan ngawur,” tegasnya.

Tak hanya soal tanah tak berpenghuni, Jerry juga menyoroti risiko lain dari kebijakan di sektor pertanahan, termasuk rencana digitalisasi sertifikat tanah yang juga sedang digagas pemerintah. Menurutnya, tanpa sistem keamanan digital yang mumpuni, digitalisasi tersebut bisa menjadi bumerang bagi rakyat. Ia menyinggung potensi serangan siber seperti yang pernah terjadi pada sistem informasi beberapa lembaga negara.

“Kalau hacker menyerang database pertanahan seperti yang terjadi di KPU, Bawaslu, atau Kemendagri, bagaimana nasib data sertifikat rakyat kecil? Bahkan bisa saja nama pemilik tanah ditukar,” kata dia. Ia menekankan pentingnya tetap mempertahankan sertifikat tanah dalam bentuk fisik, setidaknya bagi masyarakat yang belum memiliki akses teknologi atau tinggal di daerah terpencil. “Sertifikat manual saja masih bisa dipalsukan. Kalau elektronik, risikonya jauh lebih besar, apalagi kalau infrastruktur digital belum siap,” ujarnya.

Jerry juga menyampaikan keprihatinan atas rencana pemberian tanah terlantar kepada organisasi kemasyarakatan seperti NU dan Muhammadiyah. Menurutnya, kebijakan semacam itu bisa menjadi preseden buruk dan membuka ruang konflik kepentingan. Ia menggarisbawahi pentingnya menjunjung tinggi hak atas kepemilikan pribadi yang telah sah secara hukum.

“Kalau orangnya terlantar, bisa dibantu. Tapi kalau tanahnya punya warga yang sah, kenapa diberikan ke ormas? Ini bentuk perampasan legal atas hak rakyat,” katanya. Ia menyebut, alih-alih menyita atau menyerahkan aset kepada kelompok tertentu, pemerintah seharusnya fokus pada pemberantasan mafia tanah dan memperluas akses kepemilikan lahan untuk masyarakat kecil.

Di akhir pernyataannya, Jerry mendesak Presiden Prabowo untuk tidak melanjutkan rencana kebijakan tersebut. Ia menilai wacana itu tidak hanya cacat hukum, tetapi juga jauh dari prinsip-prinsip keadilan sosial sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi. “Yang harus diberantas itu mafia tanah, bukan malah merampas tanah milik rakyat. Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang berpihak pada keadilan agraria, bukan menambah penderitaan rakyat kecil,” pungkasnya. (RED)

Berita Terkait

Keberanian dan Disiplin Polres Gayo Lues Diapresiasi Sebagai Contoh Kepolisian Nasional
DPR RI: Dr. H. M. Nasir Djamil Sebut Polres Gayo Lues Sebagai Cahaya di Tengah Gelapnya Peredaran Narkoba Nasional
Isu Jual Beli Dapur Di BGN, Tendensius dan Hoaks
Sosialisasi Anugerah Kebudayaan 2026 PWI Pusat Disambut Antusias PWI Daerah se-Indonesia
Publik Percaya Kinerja BGN Akan Lebih Fokus Perbaiki Kualitas Makan Bergizi Gratis
Ahli Waris Tantang PT Logam Bima Buktikan Kepemilikan Tanah di Holis, Bandung: Dugaan Intimidasi dan Hambatan Administratif Muncul
Ir. H. Bahrudin Manurung Bersama Hj. Bintiah Manurung Peduli terhadap Masalah Pertanian
Demo 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran Berjalan Aman, Massa Aksi Tegaskan Tuntutannya

Berita Terkait

Sabtu, 25 Oktober 2025 - 14:52

Klarifikasi: Pembangunan Hotel di Mekarwangi Lembang Sudah Kantongi Izin, Proses Penyesuaian Administrasi ke PBG Sedang Berjalan

Senin, 4 Agustus 2025 - 18:39

Fakta Baru Bongkar Dugaan Kriminalisasi Rizal Rudiansyah, Saksi dan Korban Ungkap Rekayasa Kasus

Jumat, 4 Juli 2025 - 06:17

Pernyataan Dedi Mulyadi Soal Media Dinilai Arogan, Ratusan Wartawan Bekasi Raya Bangkit Melawan Pengerdilan Profesi Jurnalis

Rabu, 29 Maret 2023 - 05:36

Exploring the Nutritional Benefits of Fruits in a Healthy and Balanced Diet

Berita Terbaru

NASIONAL

Isu Jual Beli Dapur Di BGN, Tendensius dan Hoaks

Senin, 27 Okt 2025 - 08:18