Aceh Timur – Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Kabupaten Aceh Timur mendesak Bupati Aceh Timur untuk mengevaluasi secara serius kinerja Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), Bustami. Ketua LAKI Aceh Timur, Saiful Anwar, menilai kepemimpinan Bustami tidak mencerminkan profesionalitas pejabat publik dan justru menimbulkan persoalan baru di tubuh institusi pendidikan daerah.
“Pejabat seperti ini tidak bisa dibiarkan. Dunia pendidikan tidak hanya soal administrasi, tapi soal keteladanan dan kemampuan manajerial yang sehat. Kalau yang ditonjolkan justru sikap otoriter, bagaimana mungkin bawahan bisa bekerja dengan maksimal?” kata Saiful Anwar kepada wartawan, Rabu, 31 Juli 2025.
Menurut LAKI, keberadaan Bustami sebagai Plt Kadisdikbud telah menuai banyak kritik, tidak hanya dari internal dinas, tetapi juga dari masyarakat dan media. Sorotan publik terhadap gaya kepemimpinan yang dinilai diktator bukan tanpa dasar. Meskipun bantahan telah disampaikan oleh Bustami, Saiful menilai sanggahan itu tak cukup membendung penilaian negatif yang telanjur mengemuka.
LAKI juga menyoroti stagnasi bahkan kemunduran yang terjadi di lingkungan Disdikbud Aceh Timur selama kepemimpinan Bustami. Tidak hanya dalam aspek pelayanan publik, tetapi juga dalam eksekusi program yang menyentuh langsung kebutuhan pendidikan dasar. “Alih-alih menunjukkan terobosan, kinerja beliau justru menciptakan kekacauan. Stabilitas yang sebelumnya sudah mulai terbentuk malah goyah,” kata Saiful.
Selain persoalan kepemimpinan, LAKI menyoroti penggunaan anggaran yang dinilai tidak efisien. Sorotan tertuju pada pengadaan mobiler untuk siswa dan mebel ruang guru dengan anggaran mendekati Rp5 miliar. Tak hanya itu, pengadaan buku literasi dari APBD yang dinilai tumpang tindih dengan alokasi rutin Dana BOS di sekolah juga menjadi catatan. “Kami akan terus mengawasi. Jangan sampai anggaran pendidikan yang besar ini disalurkan tanpa arah dan pengawasan,” ujar Saiful.
Desakan kepada Bupati Aceh Timur untuk segera melakukan evaluasi bukan hanya sekadar retorika. LAKI menyebut hal ini menyangkut masa depan generasi dan wajah pendidikan daerah. Jika pemimpin di sektor pendidikan justru menjadi sumber kegaduhan, kata Saiful, maka tidak ada pilihan selain mencopot dan mengganti dengan figur yang lebih visioner dan akuntabel.
M. Alimin/TIM























